Jakarta, DerapAdvokasi.com – Sidang perdana gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 8 September 2025. Gugatan ini dilayangkan oleh seorang advokat bernama Subhan yang menuding Gibran bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait pencalonan dirinya pada Pilpres 2024.
Juru bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menjelaskan bahwa perkara ini teregister dengan nomor 583. Dalam perkara tersebut, Gibran didudukkan sebagai tergugat I, sedangkan KPU menjadi tergugat II. Agenda sidang perdana hari ini adalah pemeriksaan legal standing dari pihak penggugat. Sidang dijadwalkan berlangsung di ruang Soebekti II dan ruangan mulai dibuka sekitar pukul 10.15 WIB. Namun hingga pukul 10.30, persidangan belum juga dimulai.
Subhan sebagai penggugat hadir mengenakan sarung dan peci hitam. Ia didampingi sejumlah perempuan yang memakai kerudung bermotif bunga. Kehadirannya langsung menarik perhatian karena gugatan yang diajukan memiliki nilai fantastis, yakni Rp 125 triliun.
Sebelumnya, informasi mengenai gugatan ini juga telah dibenarkan oleh juru bicara PN Jakarta Pusat lainnya, Sunoto. Ia menyebut, dalam petitumnya, Subhan meminta majelis hakim menyatakan bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Penggugat juga meminta agar Gibran dinyatakan tidak sah menduduki jabatan wakil presiden periode 2024–2029.
Dalam tuntutannya, Subhan meminta majelis hakim menghukum Gibran dan KPU secara tanggung renteng untuk membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp 125 triliun. Uang tersebut, menurut permohonan gugatan, harus disetorkan ke kas negara sebagai bentuk ganti rugi atas dugaan pelanggaran hukum yang terjadi. Tidak hanya itu, Subhan juga menuntut agar putusan nantinya bisa dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum banding atau kasasi dari pihak tergugat. Ia juga meminta pengadilan menjatuhkan hukuman berupa uang paksa atau dwangsom sebesar Rp 100 juta per hari apabila para tergugat terlambat menjalankan putusan.
Alasan utama gugatan ini dilayangkan adalah terkait latar belakang pendidikan Gibran. Menurut Subhan, syarat pencalonan wakil presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi tidak terpenuhi karena Gibran disebut tidak pernah menempuh pendidikan SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia. Dengan demikian, ia menilai pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 tidak sah sejak awal. “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” kata Subhan.
Ia menegaskan bahwa gugatan ini tidak hanya ditujukan kepada Gibran selaku pejabat negara, tetapi juga kepada KPU selaku lembaga penyelenggara pemilu yang dianggap lalai dalam menjalankan fungsi verifikasi dan penetapan calon. Menurutnya, KPU telah ikut serta melakukan perbuatan melawan hukum dengan tetap menetapkan Gibran sebagai calon wakil presiden. “PMH perdata bersama KPU,” tegas Subhan.
Dengan nilai gugatan mencapai Rp 125 triliun, perkara ini menjadi salah satu gugatan perdata dengan nilai paling besar yang pernah masuk ke PN Jakarta Pusat. Publik pun menyoroti jalannya sidang, mengingat Gibran merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Agenda persidangan selanjutnya akan ditentukan setelah pemeriksaan legal standing rampung. Hingga saat ini, pihak Gibran maupun KPU belum memberikan keterangan resmi terkait gugatan yang menimpa mereka. Namun, sesuai asas hukum, keduanya tetap berhak atas pembelaan diri dan proses peradilan yang adil.
Kasus ini diperkirakan akan menarik perhatian luas, baik dari sisi hukum maupun politik. Jika gugatan Subhan dikabulkan, maka akan menimbulkan konsekuensi besar terhadap keabsahan jabatan wakil presiden yang sedang dijalankan Gibran, serta tanggung jawab hukum KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Namun, apabila gugatan ditolak, maka akan memperkuat legitimasi hukum atas posisi Gibran di pemerintahan saat ini.