Nasional

Pembangunan Trotoar Boyolali: Tujuan Bagus Tapi Dampak Buruk Nyata

35
×

Pembangunan Trotoar Boyolali: Tujuan Bagus Tapi Dampak Buruk Nyata

Sebarkan artikel ini

BOYOLALI, DerapAdvokasi.com – Kota Boyolali tengah menjalani transformasi urban di kawasan Simpang Lima Patung Kuda. Proyek pembangunan trotoar dan penataan jalan diklaim akan membuat kota lebih estetik, mirip dengan Malioboro, sekaligus menyediakan ruang publik yang nyaman untuk warga. Namun, di balik niat baik tersebut, proses pengerjaan proyek justru menimbulkan sejumlah masalah bagi masyarakat.

Sejak proyek dimulai, jalur utama menuju pusat kota dialihkan dan ditutup sebagian. Alhasil, kendaraan dari arah Semarang atau jalur lokal harus memutar jauh, menyebabkan kepadatan dan kebingungan bagi pengendara yang tidak familiar dengan rute pengalihan. Pedagang di Pasar Kota Boyolali, yang biasanya ramai, kini merasakan dampak langsung: jumlah pembeli menurun drastis, dan aktivitas ekonomi di sekitar pasar pun lesu. Beberapa kios tampak sepi, dengan pengunjung yang datang jauh lebih sedikit dibanding biasanya.

Warga mengungkapkan frustrasi mereka atas pengalihan arus yang minim informasi. Seorang pedagang di Pasar Kota Boyolali menyebut, meski proyek “bagus”, akses yang sulit membuat pembeli enggan datang dan lebih memilih berbelanja di Pasar Sunggingan yang jaraknya tidak terlalu jauh, tetapi lebih mudah diakses. Efek domino dari proyek ini jelas: ekonomi lokal terganggu, pedagang kehilangan pendapatan, dan warga harus menempuh rute panjang untuk aktivitas sehari-hari.

Selain dampak ekonomi, ketidaknyamanan warga menjadi sorotan utama. Banyak yang mempertanyakan apakah pembangunan dilakukan untuk kenyamanan publik atau sekadar pencitraan. Jalanan yang sebelumnya mudah dilewati berubah menjadi labirin sementara dengan berbagai rambu pengalihan yang membingungkan. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa proyek lebih mengutamakan penampilan kota daripada kenyamanan dan kebutuhan warganya.

Meski tujuan proyek jelas untuk memperindah kota dan meningkatkan kualitas ruang publik, kritikan warga menekankan pentingnya cara pelaksanaan. Komunikasi yang baik, informasi rute alternatif, dan perhatian terhadap kehidupan masyarakat sekitar harus menjadi bagian integral dari pembangunan. Kota yang ideal bukan sekadar rapi dan estetis, tetapi juga manusiawi, nyaman, dan mendukung kehidupan ekonomi lokal.

Proyek di Simpang Lima Boyolali mengingatkan bahwa pembangunan fisik tanpa pertimbangan sosial dapat menimbulkan ironi: kota tampak cantik, tetapi penghuninya justru mengalami kesulitan. Penutupan jalur dan gangguan akses membuat tujuan awal—menciptakan ruang publik yang nyaman—tidak sepenuhnya tercapai. Warga berharap, setelah proyek selesai, perbaikan tidak hanya terjadi pada trotoar dan jalan, tetapi juga pada sistem manajemen proyek, komunikasi publik, dan pendekatan yang lebih humanis dalam pembangunan kota.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *