JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah yang bersumber dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Terbaru, empat orang dari pihak swasta dipanggil sebagai saksi untuk diperiksa penyidik.
Empat saksi tersebut adalah M. Riyanto, Khoirul Anwar, Al-Amin Zaini, dan Yulianto. Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 23 September 2025, bertempat di Polres Lamongan. Hal ini dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis yang dirilis pada hari yang sama.
Meski telah dijadwalkan pemeriksaan, Budi belum memberikan konfirmasi apakah para saksi tersebut hadir dan materi apa saja yang akan digali dalam pemeriksaan. Namun ia memastikan bahwa penyidikan masih berlanjut untuk mendalami lebih jauh praktik dugaan penyimpangan dalam proses penyaluran dana hibah tersebut.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka. Dua nama besar yang ikut terseret adalah Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Anwar Sadad, dan mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi. Keduanya diduga terlibat dalam pengaturan kelompok masyarakat (pokmas) fiktif guna memuluskan aliran dana hibah dari anggaran daerah.
Modus yang digunakan cukup sistematis. Pokmas-pokmas fiktif dibuat sebagai penerima bantuan hibah. Setelah dana dicairkan, para pelaku mendapatkan bagian berupa komitmen fee dari dana tersebut. Meski penetapan tersangka sudah dilakukan secara internal, hingga kini KPK belum mengumumkan nama-nama tersangka secara resmi ke publik.
KPK juga mengungkap adanya temuan menarik dalam proses penelusuran aliran dana. Salah satunya adalah dugaan penggunaan satu rekening bank yang sama oleh beberapa pokmas. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok-kelompok tersebut bisa jadi hanya formalitas, tanpa kegiatan nyata di lapangan.
Budi menambahkan, penyidik sedang mendalami apakah pokmas yang menerima dana hibah benar-benar memenuhi syarat sebagai penerima dan menjalankan program yang sesuai peruntukan. Ada dugaan bahwa sebagian pokmas hanya menjadi penampung dana tanpa realisasi program apa pun.
KPK menegaskan bahwa proses hukum akan terus berjalan hingga seluruh fakta terungkap dan para pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen lembaga antikorupsi dalam menjaga akuntabilitas penggunaan dana publik, terutama yang diperuntukkan bagi masyarakat di daerah.