JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan klarifikasi terkait pemanggilan Saiful Bahri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. Nama Saiful Bahri sempat disebut sebagai staf PBNU, namun PBNU menegaskan bahwa ia bukan merupakan karyawan lembaga tersebut.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Lukman Khakim, menyatakan bahwa Saiful memang tercatat sebagai pengurus di Lembaga Wakaf dan Pertanahan (LWP) PBNU untuk masa khidmat 2022–2027, namun tidak pernah aktif dalam kegiatan organisasi. Menurutnya, Saiful hanya sempat hadir pada satu kegiatan, yaitu Rakernas di Cipasung, dan tidak menjalankan fungsi apapun setelah itu.
“Dia tidak aktif sejak Rakernas dan bukan karyawan Sekretariat PBNU. Saya juga tidak pernah melihat aktivitasnya setelah kepengurusan periode baru ditetapkan usai Muktamar NU 2021,” kata Lukman dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (11/9).
Saiful Bahri disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Isfah Abidal Aziz alias Gus Alex, mantan Wasekjen PBNU yang juga dipanggil KPK sebagai saksi dan telah dicekal ke luar negeri. Lukman menyebut, selama Gus Alex menjabat, Saiful kerap menjadi operator lapangan untuk urusan sekretariat dan kepanitiaan, namun statusnya bukan sebagai pegawai resmi PBNU.
“Saiful itu anak buah Mas Isfah. Tapi kalau ditanya apakah dia menerima gaji atau terdaftar sebagai karyawan PBNU, info sementara tidak. Tinggal dicek di bagian keuangan,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK memanggil Saiful Bahri sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi kuota haji 2024, bersama seorang PNS dari Kementerian Agama, Ramadhan Haris. Meski demikian, KPK belum menjelaskan secara rinci materi pemeriksaan terhadap keduanya.
KPK juga telah menyita sejumlah aset dalam perkara ini, termasuk uang tunai senilai 1,6 juta dolar AS (sekitar Rp26 miliar), empat unit mobil, serta lima bidang tanah dan bangunan. Penyidikan dilakukan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
Selain itu, tiga orang telah dicegah bepergian ke luar negeri, yaitu mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, eks staf khusus Yaqut yakni Ishfah Abidal Aziz, dan seorang pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.