Palembang , DerapAdvokasi.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan menghadirkan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU), Marjito Bachri, sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR OKU. Sidang tersebut akan digelar pada Selasa (9/9/2025) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, yang berlokasi di Museum Tekstil.
Marjito Bachri, yang saat ini menjabat Wakil Bupati OKU periode 2025–2030, akan memberikan keterangan terkait perkara dengan terdakwa anggota DPRD Kabupaten OKU, Umi Hartati, bersama sejumlah pihak lainnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Muhammad Albar Hanafi, menegaskan bahwa keterlibatan pejabat eksekutif daerah diperlukan untuk memperjelas alur perkara. “Kami memerlukan keterangan beberapa pihak dari lingkup eksekutif di Pemkab OKU sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Umi Hartati dkk,” ujarnya, Senin (8/9/2025).
Selain Wakil Bupati, KPK juga memanggil beberapa saksi lain, yakni Indra Susanto selaku Asisten Daerah I Pemkab OKU, Yudi Purna Nugraha yang merupakan mantan Wakil Ketua I DPRD OKU, Yoni Risdianto dari Fraksi Golkar DPRD OKU, serta Romson Fitri yang menjabat Asisten Daerah III Pemkab OKU. Kehadiran mereka diharapkan memberi gambaran lebih jelas mengenai dugaan praktik suap terkait proyek di Dinas PUPR.
Sebelumnya, Bupati OKU Teddy Meilwansyah dan Sekretaris Daerah OKU Dharmawan Irianto telah memberikan kesaksian dalam sidang yang berlangsung pada Senin, 30 Juni 2025, di Pengadilan Negeri Palembang. Dalam kesempatan tersebut, JPU KPK menanyakan kepada Teddy mengenai isu fee sebesar 20 persen untuk anggota DPRD dan 2 persen untuk Dinas PUPR dari paket pekerjaan dana aspirasi atau pokok pikiran (Pokir) DPRD dengan nilai total Rp35 miliar.
Jaksa menegaskan bahwa praktik pemberian fee tersebut sudah menjadi kebiasaan dalam pembahasan anggaran. Namun, Teddy menampik tuduhan tersebut. Ia menegaskan tidak mengetahui adanya aliran dana dimaksud. “Saya tidak mengetahui soal fee anggota DPRD Kabupaten OKU sebesar 20 persen dan 2 persen untuk dinas PUPR. Saat penyusunan anggaran, saya berada di Jakarta. Terkait masalah itu, saya benar-benar tidak tahu,” ucap Teddy di hadapan majelis hakim.
Kasus dugaan suap proyek PUPR di OKU ini menyeret sejumlah pejabat daerah, baik dari eksekutif maupun legislatif. KPK menilai terdapat pola pemberian fee dari proyek bernilai miliaran rupiah yang bersumber dari dana aspirasi DPRD dan dikelola melalui Dinas PUPR. Fee diduga diberikan untuk memuluskan proses penganggaran serta pelaksanaan proyek.
Persidangan terhadap terdakwa Umi Hartati dkk menjadi sorotan publik karena menyingkap dugaan praktik korupsi berjamaah yang melibatkan pejabat lintas sektor di Kabupaten OKU. Kehadiran saksi-saksi dari eksekutif, termasuk Wakil Bupati, dinilai penting untuk memperkuat pembuktian di persidangan.
KPK menegaskan akan terus menggali informasi dari para saksi agar konstruksi perkara semakin terang. Sidang lanjutan ini diharapkan membuka fakta baru terkait pola kerja sama antara legislatif dan eksekutif dalam pengelolaan proyek PUPR di OKU. Jika terbukti, praktik tersebut tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah.