Hukum & KriminalNasional

Kasus Pertamina Kian Melebar, Nama Erick Thohir Disorot

41
×

Kasus Pertamina Kian Melebar, Nama Erick Thohir Disorot

Sebarkan artikel ini
Kasus Pertamina Kian Melebar, Nama Erick Thohir Disorot

JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Kejaksaan Agung RI kembali mendapat sorotan publik terkait penanganan kasus korupsi di sektor energi, khususnya dalam penjualan solar nonsubsidi oleh anak usaha PT Pertamina. Kasus yang tengah ditangani ini membuka dugaan baru mengenai keterlibatan pejabat tinggi, termasuk mantan Menteri BUMN, Erick Thohir.

Sorotan itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, yang mendesak Kejagung untuk tidak berhenti pada pihak operasional saja. Menurutnya, penting untuk menelusuri siapa saja pihak yang diduga merancang skema korupsi ini dan siapa yang menerima manfaat secara tidak sah, termasuk jika melibatkan elite atau pejabat negara.

Hari menyebut nama Erick Thohir dalam keterangannya sebagai sosok yang harus ikut diperiksa, karena saat menjabat sebagai Menteri BUMN, kebijakan terkait anak perusahaan Pertamina berada dalam pengawasan langsung kementerian. Ia juga menyinggung adanya potensi konflik kepentingan karena PT Adaro Indonesia—yang disebut diuntungkan hingga Rp168,5 miliar dalam dakwaan jaksa—dimiliki oleh Boy Thohir, kakak kandung Erick Thohir.

Kasus ini sendiri merupakan bagian dari penyidikan atas tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina pada periode 2018 hingga 2023. Dalam dakwaan terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, terungkap bahwa sebanyak 13 perusahaan swasta mendapat keuntungan dari praktik penjualan solar di bawah harga pokok penjualan (HPP). Satu di antaranya adalah PT Adaro Indonesia.

Riva dituding menjual solar nonsubsidi dengan harga lebih rendah dari biaya produksi, sehingga menyebabkan kerugian besar pada keuangan perusahaan. Praktik tersebut dianggap menguntungkan pihak tertentu dengan memanfaatkan celah sistem niaga energi nasional. Dalam konteks itu, Hari Purwanto menyebut praktik ini sebagai bentuk korupsi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Desakan tidak hanya ditujukan kepada Kejagung, tetapi juga kepada Presiden Prabowo Subianto. Hari meminta agar presiden memanggil Jaksa Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengevaluasi sejauh mana proses hukum berjalan, serta memastikan tidak ada pihak yang kebal hukum meski memiliki posisi atau pengaruh politik.

Kejaksaan sendiri hingga kini belum memberikan keterangan resmi mengenai apakah nama Erick Thohir akan diperiksa sebagai saksi atau pihak yang berkepentingan dalam penyidikan ini. Namun, tekanan dari masyarakat sipil dan pengamat hukum menandakan bahwa kasus ini bisa berkembang lebih jauh, tergantung pada keberanian aparat hukum dalam membuka semua fakta.

Hari juga menyarankan agar Kejagung menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pihak yang terindikasi menerima aliran dana dari hasil kejahatan ini. Menurutnya, jika kasus ini hanya berhenti pada pejabat operasional di BUMN, maka upaya pemberantasan korupsi hanya akan menjadi simbolis dan tidak menyentuh akar masalah.

Kasus ini menjadi ujian penting bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto, terutama dalam mewujudkan komitmen untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas di sektor energi dan BUMN. Apakah Kejaksaan Agung akan berani membuka tabir dugaan keterlibatan tokoh-tokoh besar dalam kasus ini, masih menjadi tanda tanya publik yang terus bergulir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *