Hukum & KriminalNasional

Kasus Laptop Chromebook Bongkar Celah di Sistem e-Katalog LKPP

18
×

Kasus Laptop Chromebook Bongkar Celah di Sistem e-Katalog LKPP

Sebarkan artikel ini
ilustrasi

JAKARTA, DerapAdvokasi,com – Sorotan tajam kini mengarah pada proses pengadaan laptop Chromebook dalam sistem e-katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), setelah penetapan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, sebagai tersangka kasus korupsi. Proses panjang pengadaan barang di lingkungan pemerintah kembali dipertanyakan, terutama mengenai sejauh mana peran LKPP dan potensi celah manipulasi di dalamnya.

Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta, menegaskan bahwa lembaganya tidak melakukan eksekusi pengadaan barang. LKPP hanya berperan menyediakan sistem atau platform e-katalog yang mempertemukan pembeli dari instansi pemerintah dengan penyedia barang, serupa dengan marketplace daring. Pelaksanaan pengadaan sepenuhnya menjadi tanggung jawab kementerian, lembaga, atau pemerintah daerah, melalui pejabat seperti Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Rantai proses dimulai dari penetapan Rencana Umum Pengadaan (RUP) oleh PA, yang memuat kebutuhan, jadwal, dan alokasi produk dalam negeri. Dokumen ini dipublikasikan secara terbuka untuk menjaga transparansi. Setelah itu, PPK menindaklanjuti dengan menentukan metode pemilihan penyedia—mulai dari tender hingga e-purchasing—serta melakukan negosiasi harga untuk memastikan efisiensi penggunaan anggaran.

Setya menambahkan, produk yang tayang di katalog LKPP wajib mengutamakan Produk Dalam Negeri (PDN). Regulasi mengharuskan pembelian produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40 persen. Namun, dalam praktiknya, tidak jarang terjadi pelanggaran, mulai dari perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan hingga pengaturan spesifikasi produk tertentu. “Sering kali masalah sudah muncul sejak tahap perencanaan, misalnya ada markup atau pengadaan fiktif,” ujarnya.

Sistem harga dalam e-katalog juga kerap disalahartikan. Harga yang tertera sebenarnya merupakan batas tertinggi, bukan harga final yang wajib dibeli. Karena itu, PPK tetap berkewajiban melakukan negosiasi untuk mendapatkan harga terbaik. Berdasarkan pemantauan LKPP, pelanggaran prosedural masih sering terjadi dalam mekanisme e-purchasing, termasuk kesalahan dalam perencanaan dan negosiasi yang tidak transparan.

Pakar hukum pengadaan dari Universitas Ibn Khaldun Bogor, Nandang Sutisna, menilai bahwa selama produk Chromebook yang digunakan masih tersedia di e-katalog dengan harga dan spesifikasi yang sama, maka pengadaan tersebut seharusnya tidak dianggap bermasalah. Menurutnya, hal itu menunjukkan harga yang masih relevan dengan pasar. “Selama barang dan harga masih sama, artinya pengadaan tersebut masih dalam batas wajar,” ujar Nandang.

Data portal resmi Katalog Elektronik Pemerintah Indonesia (Inaproc) per Oktober 2025 menunjukkan, pengadaan Chromebook masih berjalan di sejumlah pemerintah daerah dengan harga sekitar Rp5–6 juta per unit, tidak jauh berbeda dari harga pasar. Inaproc, sebagai platform pengadaan elektronik nasional, dirancang untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan integrasi antarinstansi.

Namun, perubahan regulasi beberapa tahun terakhir justru dinilai memunculkan risiko baru. Jika sebelumnya penayangan produk di e-katalog memerlukan proses tender atau negosiasi ketat, kini penyedia cukup mengunggah produk agar langsung muncul di sistem. “Sekarang mekanismenya mirip penunjukan langsung. Tanpa kompetisi, peluang penyalahgunaan menjadi lebih besar,” tambah Nandang.

Untuk menekan potensi kecurangan, LKPP telah menyiapkan berbagai sistem pengawasan digital seperti i-Audit, i-Lapor, hingga AI Price Intelligence. Teknologi tersebut dirancang untuk mendeteksi transaksi mencurigakan, seperti pembelian berulang dari penyedia yang sama atau negosiasi yang terlalu cepat. Jika ditemukan anomali, sistem akan memberi sinyal kepada auditor internal masing-masing instansi. Masyarakat juga dapat melapor melalui i-Lapor apabila menemukan indikasi harga tidak wajar atau pemalsuan sertifikat TKDN. Produk yang terbukti bermasalah akan otomatis dibekukan dari katalog.

Sementara itu, Kejaksaan Agung secara resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk Program Digitalisasi Pendidikan tahun 2019–2022. Selain Nadiem, empat pejabat Kemendikbudristek turut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka antara lain Jurist Tan, Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, dan Mulatsyah. Nadiem sendiri telah ditahan di Rutan Salemba selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.

Kasus ini menjadi momentum evaluasi besar terhadap sistem e-katalog pemerintah. Meski dirancang untuk mempercepat dan mempermudah proses belanja barang dan jasa, kenyataannya sistem tersebut masih membutuhkan pengawasan ketat agar tidak menjadi celah baru bagi praktik korupsi di lingkungan birokrasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *