Hukum & KriminalKPK RINasionalOpini

Kasus Korupsi Iklan Bank BJB: Lisa Mariana Akui Terima Dana, KPK Diduga Diminta Panggil Ridwan Kamil

8
×

Kasus Korupsi Iklan Bank BJB: Lisa Mariana Akui Terima Dana, KPK Diduga Diminta Panggil Ridwan Kamil

Sebarkan artikel ini

JAKARTA – DerapAdvokasi.Com – Kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB kembali mencuat setelah Lisa Mariana mengaku menerima aliran dana terkait perkara ini. Pengakuan Lisa disampaikan usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/8/2025).

Lisa mengungkapkan bahwa uang yang diterimanya diperuntukkan bagi anaknya. Namun, ia enggan membeberkan nominal dana yang diterima. “Ya kan buat anak saya, benar,” ujar Lisa singkat kepada awak media. Ia menambahkan bahwa besaran dana akan dijelaskan lebih lanjut oleh penyidik KPK.

Pengakuan Lisa langsung mendapat sorotan dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Ia mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memanggil Ridwan Kamil (RK), mantan Gubernur Jawa Barat, untuk dimintai keterangan dalam kasus ini.

Menurut Boyamin, pengakuan Lisa merupakan pintu masuk penting untuk membongkar konstruksi dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. “Mau tidak mau, suka tidak suka, KPK harus segera memanggil Ridwan Kamil. Karena sudah ada pengakuan Lisa bahwa dia menerima dana dari aliran BJB, baik langsung dari RK atau melalui perantara,” tegas Boyamin, Sabtu (23/8/2025).

Ia menilai, tanpa keterangan dari RK, sulit bagi penyidik untuk membangun struktur kasus secara utuh. “Jangan sampai ada kesan tebang pilih. KPK harus gerak cepat memanggil RK agar kasus ini terang benderang,” tambahnya.

Selain mendesak pemanggilan RK, Boyamin juga mendorong KPK untuk melacak aliran dana yang diduga berasal dari hasil korupsi. Ia mencurigai bahwa sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi dan bisa masuk ke ranah tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Kalau uang hasil korupsi iklan itu dipakai untuk memberikan uang kepada Lisa Mariana, maka harus dilacak ke mana saja alirannya. Ini bisa masuk kategori pencucian uang jika digunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu,” ujarnya.

Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menilai bahwa pengakuan Lisa harus dijadikan bahan penting dalam proses penyidikan. Ia menekankan bahwa dana yang diterima dari hasil korupsi seharusnya dikembalikan kepada negara.

“Kalau aliran dana itu tidak berasal dari transaksi sah, maka wajib dikembalikan ke negara. Ada kewajiban hukum untuk itu,” kata Zaenur.

Ia juga menyebut bahwa pengakuan Lisa semakin menguatkan dugaan adanya kerugian negara. “Unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain sudah terlihat. Tinggal KPK mendalami apakah ini bentuk penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Dalam kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah:

  1. Yuddy Renaldi, mantan Direktur Utama Bank BJB

  2. Widi Hartono (WH), mantan Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB

  3. Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pihak swasta

  4. Suhendrik (S), pihak swasta

  5. Sophan Jaya Kusuma (RSJK), pihak swasta

KPK menduga perbuatan mereka menyebabkan kerugian negara hingga Rp 222 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk kebutuhan non-budgeter, termasuk pembiayaan iklan dan kegiatan promosi yang tidak tercatat secara resmi.

Kasus ini terjadi saat Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Meskipun belum ada bukti langsung yang mengaitkan RK, sejumlah pihak mendesak agar KPK tetap memanggilnya untuk memperjelas konstruksi kasus.

Desakan dari MAKI dan akademisi UGM menunjukkan bahwa publik menginginkan proses hukum berjalan secara transparan dan tidak tebang pilih. Pemanggilan saksi kunci, termasuk tokoh publik seperti Ridwan Kamil, dinilai penting agar penyidikan tidak menimbulkan kecurigaan.

Pakar hukum juga mengingatkan bahwa kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar dugaan penyalahgunaan dana promosi di lembaga keuangan daerah. Dengan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah, masyarakat berhak mendapatkan penjelasan yang terang dan tuntas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *