SEMARANG, DerapAdvokasi,com – Kasus keracunan massal kembali terjadi dan kali ini menimpa ratusan siswa di sejumlah wilayah di Jawa Tengah. Kejadian ini diduga kuat disebabkan oleh konsumsi makanan siap saji MBG (Makanan Bergizi Gratis) yang tercemar bakteri akibat buruknya penanganan bahan baku serta kebersihan lingkungan dapur penyaji. Insiden yang menyebar di berbagai kabupaten tersebut menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama karena mayoritas korban merupakan pelajar yang menjadi sasaran utama program penyediaan makanan bergizi di sekolah.
Pemerintah daerah melalui Sekretaris Daerah telah meminta Dinas Kesehatan tingkat provinsi serta kabupaten/kota untuk segera turun ke lapangan dan melakukan pengecekan menyeluruh terhadap dapur-dapur yang terlibat dalam penyediaan makanan. Pemeriksaan tersebut tidak hanya berfokus pada jenis makanan yang disajikan, namun juga mencakup aspek kebersihan sanitasi air, peralatan masak, serta proses penyimpanan bahan baku. Berdasarkan temuan awal, sejumlah faktor mencolok menjadi penyebab utama keracunan, antara lain air yang digunakan tidak memenuhi standar kebersihan, wadah penyajian makanan yang tidak higienis, serta bahan masakan yang telah terkontaminasi bakteri.
Dugaan pencemaran bakteri diperkuat dengan hasil pemeriksaan lapangan yang menemukan kondisi dapur yang tidak terawat dan bahan baku yang disimpan dalam suhu dan kondisi yang tidak sesuai standar keamanan pangan. Meski pemeriksaan laboratorium terhadap jenis-jenis bakteri masih berlangsung, indikasi awal mengarah pada kelalaian dalam menjaga sanitasi serta tata kelola dapur yang tidak profesional. Hal ini menunjukkan bahwa sejumlah penyedia layanan MBG tidak mematuhi protokol standar operasional penyediaan makanan, yang seharusnya menjadi prioritas utama dalam program makan bergizi untuk pelajar.
Beberapa kabupaten yang tercatat mengalami kasus serupa antara lain Rembang, Kebumen, Wonogiri, Sragen, Kudus, dan Klaten. Penelusuran dan tindakan penanganan telah dilakukan oleh tim kesehatan, dan proses identifikasi penyebab tengah dilakukan secara menyeluruh. Petugas menemukan adanya kelemahan mendasar dalam cara penyimpanan bahan makanan, seperti tidak memisahkan bahan mentah dan matang, serta kurangnya pengawasan dalam proses pengolahan.
Meskipun pemerintah daerah telah berupaya memberikan masukan kepada penyelenggara program agar penyedia makanan terlibat dalam sistem kantin sehat yang sudah diterapkan di wilayah tersebut, usulan tersebut tidak diakomodasi sepenuhnya karena pelaksanaan program berada di bawah pengelolaan lembaga lain. Akibatnya, pengawasan menjadi terbatas, dan tanggung jawab atas pelanggaran prosedur diserahkan kepada lembaga yang berwenang terhadap program tersebut.
Hingga kini, langkah-langkah perbaikan terus diupayakan, termasuk asesmen terhadap seluruh dapur penyedia MBG serta edukasi ulang kepada petugas lapangan. Pemerintah berharap kejadian serupa tidak kembali terulang, mengingat pentingnya menjaga kesehatan anak-anak sekolah sebagai generasi penerus bangsa.