Kolaka Timur, DerapAdvokasi.Com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, terkait dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) untuk pembangunan rumah sakit daerah. OTT ini merupakan bagian dari serangkaian penindakan yang dilakukan di tiga lokasi berbeda: Jakarta, Kendari, dan Makassar.
Penangkapan Abdul Azis dilakukan pada Kamis, 7 Agustus 2025, sesaat setelah dirinya menghadiri Rapat Kerja Nasional I Partai NasDem di Makassar, Sulawesi Selatan. KPK menegaskan bahwa OTT dilakukan di luar kegiatan partai, dan tidak berkaitan langsung dengan acara tersebut.
Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, total tujuh orang telah diamankan dalam OTT ini. Empat orang ditangkap di Kendari dan tiga lainnya di Jakarta. Mereka berasal dari kalangan aparatur sipil negara dan pihak swasta.
“Kami mengamankan tujuh orang. Perkara ini berkaitan dengan penyaluran DAK untuk peningkatan status dan kualitas rumah sakit di Kolaka Timur,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
KPK mulai menyelidiki kasus ini sejak awal tahun 2025. Pada pertengahan Juli, lembaga anti-rasuah ini menerima laporan mengenai intensifikasi komunikasi mencurigakan dan aktivitas penarikan dana yang dicurigai akan diberikan kepada sejumlah pihak.
Menindaklanjuti temuan tersebut, KPK membentuk tiga tim untuk melakukan OTT di tiga kota. Penindakan dimulai di Jakarta dan Kendari, di mana penyidik mengamankan beberapa pihak dan menyita bukti yang mengarah pada keterlibatan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis (ABZ).
Setelah mengumpulkan informasi tambahan dari para terduga, KPK kemudian mengerahkan tim ketiga ke Makassar dan menangkap Abdul Azis. KPK juga menyegel ruang kerja bupati, ruang Kepala Dinas Kesehatan, serta tiga ruangan di Dinas PUPR Kolaka Timur.
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mempertanyakan prosedur OTT tersebut. Ia menilai definisi OTT perlu diperjelas, terutama bila pihak pemberi dan penerima berada di dua lokasi berbeda. Menurutnya, kondisi tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan definisi OTT secara klasik.
Namun, KPK menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan telah sesuai prosedur hukum yang berlaku. “Tangkap tangan sah dilakukan jika pelaku ditemukan sedang atau sesaat setelah melakukan tindak pidana, atau membawa barang bukti,” ujar Asep Guntur menanggapi pernyataan Paloh.
KPK menambahkan, mereka tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, dan proses hukum akan dilanjutkan berdasarkan bukti dan keterangan yang terkumpul selama penyidikan berlangsung.