Hukum & KriminalKPK RINasional

Dugaan Korupsi Rp1 Triliun, KPK Cegah Yaqut dan Dua Lainnya Pergi ke Luar Negeri

26
×

Dugaan Korupsi Rp1 Triliun, KPK Cegah Yaqut dan Dua Lainnya Pergi ke Luar Negeri

Sebarkan artikel ini
Gedung KPK di Jakarta, lokasi pemeriksaan Yaqut dalam kasus dugaan korupsi haji

Jakarta,DerapAdvokasi.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencegah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan. Pencegahan ini merupakan bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penetapan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024 yang tengah ditangani KPK.

Selain Yaqut, dua individu lainnya juga dicegah bepergian, yakni Ishfah Abidal Aziz—mantan staf khusus Menag, serta seorang pihak swasta berinisial FHM. Informasi ini dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui pernyataan tertulis pada Selasa (12/8/2025).

Menurut Budi, tindakan pencegahan dilakukan untuk memastikan ketiga pihak yang dimaksud tetap berada di dalam negeri demi kelancaran proses penyidikan. Surat keputusan pelarangan keluar negeri telah diterbitkan sejak 11 Agustus 2025 dan berlaku selama enam bulan.

Sebelumnya, Yaqut diperiksa KPK pada 7 Agustus 2025 sebagai saksi. Pemeriksaan tersebut menitikberatkan pada proses penentuan kuota tambahan jemaah haji. Kini, kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, meski belum ada pihak yang resmi ditetapkan sebagai tersangka.

KPK menduga terdapat penyimpangan dalam distribusi kuota haji tambahan sebesar 20.000 orang. Sebagaimana aturan, kuota seharusnya dibagi 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus. Namun, proporsi ini diduga diubah menjadi 50:50, menguntungkan pihak swasta penyelenggara haji khusus dan merugikan jemaah reguler yang harus menunggu lebih lama.

Perkiraan awal menyebutkan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. KPK juga menegaskan komitmennya untuk menelusuri aliran dana, termasuk indikasi suap atau gratifikasi kepada pejabat yang terlibat.

Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), menyatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan bukti penting berupa salinan digital Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 kepada KPK. SK ini menjadi dasar hukum pembagian kuota tambahan yang diduga melanggar peraturan.

Boyamin mengungkapkan bahwa pembuatan SK tersebut tidak melalui proses hukum yang semestinya, karena tidak berbentuk Peraturan Menteri Agama yang seharusnya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM serta diundangkan dalam lembaran negara. Ia juga menyebut empat nama yang diduga menyusun SK secara terburu-buru, yakni staf khusus berinisial AR, pejabat eselon I berinisial FL, eselon II NS, dan pegawai eselon IV HD.

Lebih lanjut, MAKI mendesak agar KPK menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ini guna melacak aliran dana secara menyeluruh dan memaksimalkan pengembalian aset negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *