Ekonomi & BisnisHukum & KriminalKPK RINasional

Vonis Hakim Ke Tom Lembong Dinilai Aneh Oleh Pakar Hukum

21
×

Vonis Hakim Ke Tom Lembong Dinilai Aneh Oleh Pakar Hukum

Sebarkan artikel ini

Jakarta, DerapAdvokasi.com : Vonis yang diterima Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan (Medag) Thomas Trikasih Lembong, 4 tahun 6 bulan kurungan penjara terkait dugaan korupsi import gula.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengkritik keras putusan majelis hakim terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Menurut Fickar, vonis tersebut tidak tepat karena tindakan Tom semata-mata merupakan kebijakan pemerintah, bukan tindak pidana korupsi. Ia menegaskan bahwa dalam perspektif hukum pidana, keputusan atau kebijakan publik, meskipun menguntungkan pihak tertentu, tidak bisa serta-merta dipidanakan, apalagi jika pembuat kebijakan tidak menikmati keuntungan pribadi dari kebijakan tersebut.

Fickar menyebut bahwa kasus ini mencerminkan kecenderungan kriminalisasi terhadap pejabat publik yang menjalankan tugasnya melalui keputusan administratif. Ia menyayangkan bahwa hakim dalam putusannya seolah tidak mampu bersikap mandiri dan justru larut dalam tekanan institusional atau solidaritas antarlembaga negara yang tidak sehat. Hal ini, menurutnya, mencederai semangat independensi kekuasaan kehakiman yang seharusnya bebas dari intervensi eksternal dan hanya berpegang pada fakta hukum yang terungkap di persidangan.

Salah satu poin yang juga dikritik adalah pertimbangan hakim yang menyebut bahwa Tom lebih mengedepankan prinsip liberalisme ekonomi dibandingkan prinsip demokrasi ekonomi yang diamanatkan konstitusi. Fickar menilai alasan tersebut tidak relevan secara hukum dan tidak semestinya dijadikan dasar pertimbangan putusan pengadilan. Ia menyebutnya sebagai argumen “lebay” yang keluar dari substansi perkara dan memperlihatkan bahwa hakim telah mencampurkan urusan ideologi dengan proses penegakan hukum.

Lebih lanjut, Fickar menyatakan bahwa vonis ini tampak hanya mengikuti tuntutan jaksa tanpa memperhatikan fakta-fakta di persidangan yang justru menunjukkan bahwa tidak ada kerugian negara yang nyata, dan tidak ada bukti bahwa Tom memperoleh keuntungan pribadi. Oleh karena itu, ia yakin bahwa bila tim kuasa hukum Tom Lembong mengajukan banding, maka di tingkat pengadilan yang lebih tinggi seperti Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, putusan tersebut dapat dibatalkan.

Ia menegaskan bahwa jika praktik pemidanaan terhadap kebijakan publik ini terus terjadi, maka akan membahayakan sistem pemerintahan dan proses pengambilan keputusan publik di masa depan. Pejabat akan menjadi ragu atau takut dalam mengambil kebijakan penting yang berdampak luas bagi masyarakat karena ancaman kriminalisasi. Menurutnya, sistem hukum pidana tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menilai atau menghakimi kebijakan, kecuali terbukti ada niat jahat (mens rea) dan keuntungan pribadi yang dinikmati pelaku. Dalam kasus Tom Lembong, kedua unsur tersebut tidak terbukti.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *