SEMARANG, DerapAdvokasi.com – Persidangan kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar kembali menyeret nama besar dalam pusaran skandal. Nama Juliyatmono, mantan Bupati Karanganyar, disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menerima aliran dana hingga Rp4,5 miliar dari proyek bernilai puluhan miliar tersebut. Dugaan ini muncul dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa sore, 22 Oktober 2025.
Kasus ini menempatkan tiga petinggi PT MAM Energindo di kursi terdakwa, yakni Direktur Operasional Nasori, Kepala Cabang Jateng-DIY Agus Hananto, dan Direktur Utama Ali Amri. Ketiganya dinilai berperan aktif dalam pengaturan proyek pembangunan masjid yang menggunakan anggaran tahun 2020–2021 itu. Jaksa Penuntut Umum memaparkan bahwa terdakwa menjalin kesepakatan dengan pejabat pemerintah daerah untuk memenangkan perusahaannya, meski dalam kenyataannya, PT MAM Energindo tidak memiliki kapasitas memadai—baik dari sisi keuangan, tenaga ahli, maupun alat kerja.
Jaksa menguraikan bahwa pertemuan antara pihak PT MAM Energindo dengan Juliyatmono terjadi di rumah dinas bupati. Dalam pertemuan itu, Juliyatmono disebut menyetujui agar proyek pembangunan Masjid Agung Karanganyar dipercayakan kepada perusahaan tersebut. Persetujuan ini menjadi krusial, karena kemudian proyek senilai Rp78,9 miliar dijalankan oleh pihak lain, yakni PT Total Cetra Alam, atas perintah para terdakwa. PT MAM Energindo hanya bertindak sebagai pelengkap dokumen administratif.
Dari total nilai proyek, PT Total Cetra Alam hanya mengalokasikan Rp68,7 miliar untuk pekerjaan riil, sementara sisanya disalurkan sebagai “jatah” kepada berbagai pihak yang terlibat. Juliyatmono disebut menerima dana paling besar, yakni Rp4,5 miliar, yang diserahkan melalui Nasori. Selain itu, Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Karanganyar, Sunarto, juga disebut menerima Rp500 juta. Agus Hananto yang mempertemukan para pelaku dengan Juliyatmono disebut mendapat Rp355 juta, sedangkan perusahaan sendiri menyimpan Rp1,66 miliar.
Jaksa menilai bahwa tindakan para terdakwa telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp10,1 miliar, berdasarkan audit yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah per Agustus 2025. Tindakan ini dinilai tidak hanya melanggar regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah, namun juga merusak etika penyelenggaraan proyek publik.
Tiga terdakwa kini dijerat dengan dakwaan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 dan Pasal 18 dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sampai saat ini, Juliyatmono belum memberikan klarifikasi terkait tuduhan tersebut. Upaya menghubunginya melalui nomor telepon yang diketahui miliknya pun tidak berhasil karena dalam kondisi tidak aktif.
Persidangan masih akan berlanjut, sementara publik Karanganyar menunggu kejelasan lebih lanjut dari aparat penegak hukum, terutama mengenai kemungkinan status hukum mantan bupati yang disebut menerima uang dalam jumlah signifikan tersebut.












