Hukum & KriminalNasional

Silfester Matutina Masih Bebas, Kejagung Sebagai Penegakan Hukum  Dinilai Tebang Pilih

33
×

Silfester Matutina Masih Bebas, Kejagung Sebagai Penegakan Hukum  Dinilai Tebang Pilih

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Lembaga pemantau peradilan, Democratic Judicial Reform (De Jure), menyampaikan kritik tajam terhadap Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait belum dilaksanakannya eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina. Silfester telah divonis 1 tahun 6 bulan penjara oleh Mahkamah Agung atas kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, hingga kini, vonis tersebut belum dijalankan secara nyata oleh Kejaksaan.

Direktur Eksekutif De Jure, Bhatara Ibnu Reza, menilai bahwa Kejaksaan tidak menunjukkan keseriusan dalam menjalankan tugasnya. Ia menyebut adanya indikasi ketidakkonsistenan dan saling lempar tanggung jawab antara Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

“Penundaan ini sangat mencurigakan. Kejaksaan berdalih tidak dapat menemukan terpidana, padahal Silfester masih bebas berkeliaran dan bahkan muncul di berbagai media publik. Ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat terkait keadilan dan konsistensi penegakan hukum,” ujar Reza dalam keterangan tertulis, Minggu (12/10).

Lebih lanjut, ia menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang di tubuh Kejaksaan. Menurutnya, luasnya kewenangan yang dimiliki kejaksaan tidak menjamin efektivitas penegakan hukum, justru berisiko ketika tidak diimbangi dengan mekanisme pengawasan eksternal yang kuat. Reza juga mengkritisi wacana penguatan wewenang Kejaksaan melalui revisi UU Kejaksaan dan RUU KUHAP yang dinilai tidak dibarengi dengan penguatan pengawasan yang memadai.

“Kami tidak melihat adanya perbaikan sistemik dalam upaya memperkuat pengawasan eksternal terhadap kinerja jaksa. Hal ini sangat berbahaya dan membuka celah penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum,” katanya.

De Jure mendesak Kejaksaan Agung agar segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung terhadap Silfester Matutina. Selain itu, Komisi Kejaksaan RI diminta aktif mengawasi dan mengambil langkah konkret untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai aturan.

“Kami minta Kejaksaan bertindak cepat dan profesional. Putusan sudah inkrah, tidak ada alasan lagi untuk menunda eksekusi. Komisi Kejaksaan juga jangan diam, mereka memiliki mandat untuk mengawasi kinerja jaksa, termasuk dalam kasus ini,” tegas Reza.

Sebagai informasi, Silfester Matutina sebelumnya divonis 1 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Juli 2018 atas tuduhan menyebarkan fitnah dengan menuduh Jusuf Kalla menggunakan isu SARA dalam mendukung Anies Baswedan pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Putusan itu diperkuat di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memperberat hukumannya menjadi 1,5 tahun penjara.

Alih-alih menjalani hukuman, Silfester justru mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, permohonan PK tersebut telah resmi digugurkan oleh Majelis Hakim yang diketuai I Ketut Darpawan, menandakan bahwa tak ada lagi alasan hukum untuk menunda pelaksanaan eksekusi.

Meski proses hukum sudah final, Kejaksaan Agung belum juga melakukan penahanan terhadap Silfester. Situasi ini pun menimbulkan spekulasi di tengah publik bahwa hukum masih berjalan dengan tebang pilih, terlebih bila menyangkut individu yang memiliki akses atau kedekatan dengan kelompok tertentu.

Kritik terhadap Kejagung dalam kasus ini mencerminkan keresahan masyarakat terhadap ketidakpastian hukum. Penegakan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah menjadi momok dalam sistem peradilan Indonesia. Masyarakat berharap kasus ini bisa menjadi momentum bagi Kejaksaan untuk membuktikan integritas dan komitmennya dalam menjalankan supremasi hukum tanpa pandang bulu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *