JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Hendi Prio Santoso (HPS), atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi jual-beli gas bumi yang menyebabkan kerugian negara hingga USD 15 juta atau sekitar Rp 250 miliar. Penahanan dilakukan setelah KPK menemukan cukup bukti keterlibatan Hendi dalam transaksi yang melibatkan pembayaran di muka (advance payment) kepada pihak swasta tanpa dasar yang jelas dan menguntungkan pribadi maupun kelompok tertentu.
Penahanan terhadap Hendi diumumkan langsung oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (1/10/2025). Hendi ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1 Oktober hingga 20 Oktober 2025, dan ditempatkan di Rutan Cabang KPK Merah Putih.
Menurut penjelasan KPK, kasus ini bermula pada tahun 2017 saat PT Inti Alasindo Energi (IAE), yang juga dikenal sebagai PT IG, tengah mengalami krisis keuangan dan sangat membutuhkan suntikan dana. Iswan Ibrahim, Komisaris PT IAE saat itu, menghubungi Arso Sadewo, Komisaris Utama sekaligus pemegang saham mayoritas, untuk melakukan pendekatan kepada PGN guna menjajaki kerja sama dalam bentuk jual-beli gas bumi.
Arso Sadewo kemudian menemui Hendi Prio Santoso bersama seorang perantara bernama Yugi Prayanto. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa PGN akan membeli gas bumi dari PT IAE dengan metode pembayaran di muka senilai USD 15 juta. Selain itu, Hendi disebut menerima commitment fee sebesar SGD 500 ribu atau sekitar Rp 5,7 miliar dari Arso sebagai bagian dari kesepakatan tersebut. Commitment fee itu diberikan langsung di kantor Hendi yang berlokasi di Jakarta.
Tak hanya itu, Hendi juga disebut memberikan sebagian dari uang yang diterimanya—sekitar USD 10 ribu—kepada Yugi Prayanto sebagai bentuk imbalan karena telah memperkenalkannya kepada Arso. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari skenario korupsi yang merugikan keuangan negara.
KPK menilai tindakan Hendi Prio Santoso sebagai pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu menahan dua tersangka lain dalam perkara ini, yakni Iswan Ibrahim yang menjabat sebagai Komisaris PT IAE periode 2006-2023, dan Danny Praditya, mantan Direktur Komersial PGN periode 2016-2019. Keduanya diduga turut serta menyusun dan menyetujui kerja sama yang menguntungkan pihak PT IAE secara sepihak dan tidak sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah melakukan penggeledahan di delapan lokasi strategis dan menyita uang senilai USD 1 juta atau sekitar Rp 16,6 miliar. Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya penelusuran aliran dana yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Kasus ini mencuatkan kembali sorotan publik terhadap praktik korupsi di sektor energi nasional, terutama pada perusahaan-perusahaan BUMN strategis seperti PGN. Dengan total kerugian negara yang ditaksir mencapai USD 15 juta, KPK menegaskan komitmennya untuk menindak tegas seluruh pihak yang terlibat.
Masyarakat kini menanti proses hukum selanjutnya terhadap Hendi Prio Santoso dan pihak-pihak lainnya, sembari berharap agar kejadian serupa tak kembali terulang dalam tubuh BUMN yang memiliki peran vital bagi kemandirian energi nasional.