JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik anggota DPRD Gorontalo dari Fraksi PDI-P, Wahyudin Moridu, yang menunjukkan nilai minus sebesar Rp 2 juta. Hal ini mencuat setelah video Wahyudin yang mengaku ingin “merampok uang negara” viral di media sosial, yang kemudian memicu reaksi keras dari publik dan partainya.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pihaknya akan mengecek kebenaran laporan kekayaan tersebut. Menurutnya, pengecekan ini penting agar pelaporan LHKPN tidak menjadi sekadar formalitas belaka. KPK, kata Budi, ingin memastikan bahwa seluruh penyelenggara negara mengisi LHKPN secara jujur dan bertanggung jawab.
“Sebagai pejabat publik, mereka harus menjadi contoh dalam hal transparansi dan integritas, termasuk dalam hal pelaporan harta kekayaan,” ujarnya kepada wartawan, Minggu 21 September 2025.
Dalam LHKPN yang terakhir kali disampaikan pada 31 Desember 2024, Wahyudin Moridu tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp 198 juta. Namun, ia juga melaporkan memiliki utang sebesar Rp 200 juta. Dengan demikian, nilai kekayaannya menjadi minus Rp 2 juta. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya, terlebih karena pernyataannya yang kontradiktif dengan isi laporan.
Rincian LHKPN Wahyudin menunjukkan bahwa kekayaannya terdiri dari tanah dan bangunan senilai Rp 180 juta yang berlokasi di Boalemo. Tanah dan bangunan seluas 2.000 meter persegi itu disebut merupakan warisan keluarga. Selain itu, ia juga memiliki kas dan setara kas senilai Rp 18 juta. Dalam laporan tersebut, ia menyatakan tidak memiliki kendaraan pribadi maupun aset lainnya.
Yang menjadi sorotan utama adalah angka utangnya yang tercatat sebesar Rp 200 juta. KPK akan mendalami lebih lanjut sumber utang tersebut dan apakah pelaporan ini sesuai dengan kondisi sebenarnya. Laporan kekayaan minus dari seorang anggota DPRD tentu menjadi perhatian, apalagi jika dikaitkan dengan pernyataan tidak pantas yang pernah ia lontarkan.
Setelah video kontroversial itu beredar luas, PDI Perjuangan telah mengambil sikap tegas dengan memecat Wahyudin Moridu dari keanggotaan partai. Langkah ini menunjukkan bahwa partai tidak mentoleransi ucapan maupun sikap yang dapat mencoreng integritas lembaga legislatif dan merusak kepercayaan publik.
KPK sendiri menegaskan pentingnya pelaporan LHKPN sebagai bagian dari upaya pencegahan korupsi. Dengan keterbukaan soal harta, masyarakat bisa ikut mengawasi dan memberi tekanan moral kepada para penyelenggara negara agar tetap jujur dalam menjalankan tugasnya. KPK berharap bahwa kasus seperti ini bisa menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik lainnya.