JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Sidang gugatan perdata terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin, 22 September 2025. Sidang ini menjadi momen penting karena menjadi tahap terakhir pemeriksaan legal standing dan identitas para pihak sebelum perkara masuk ke tahap mediasi. Dalam proses persidangan, Majelis Hakim yang diketuai Budi Prayitno menekankan bahwa kelengkapan dokumen dari pihak tergugat masih menjadi kendala, terutama terkait administrasi dari Tergugat 1, yakni Gibran.
Persidangan ini merupakan kelanjutan dari sidang sebelumnya yang berlangsung pada 15 September 2025. Saat itu, hakim memberikan waktu kepada kuasa hukum Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Tergugat 2 untuk melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan, salah satunya adalah fotokopi KTP Gibran. Meski kedua tergugat sudah menunjuk kuasa hukum dan hadir secara administratif, beberapa dokumen penting belum diserahkan ke sistem pengadilan. Hal inilah yang membuat sidang belum bisa dilanjutkan ke tahap mediasi.
Gibran yang digugat dalam kapasitas pribadinya tidak hadir secara langsung dalam sidang dan menunjuk pengacara swasta untuk mewakilinya. Sebelumnya, Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung sempat hendak mewakili Gibran, namun ditolak oleh majelis hakim karena penggugat, Subhan Palal, menegaskan bahwa gugatan ini ditujukan kepada pribadi Gibran, bukan sebagai Wakil Presiden. Oleh karena itu, kuasa hukum dari pihak swasta dianggap lebih tepat dalam konteks hukum perdata ini.
Gugatan yang diajukan oleh Subhan Palal berisi tuduhan bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait proses pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden pada pemilu lalu. Penggugat menyatakan bahwa terdapat syarat pencalonan yang tidak dipenuhi, sehingga meminta majelis hakim menyatakan bahwa pengangkatan Gibran sebagai Wapres tidak sah secara hukum. Selain itu, Subhan juga menuntut kedua tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 125 triliun kepada negara, serta kompensasi sebesar Rp 10 juta kepada penggugat yang nantinya disetorkan ke kas negara.
Proses pemeriksaan legal standing ini telah dilakukan sebanyak tiga kali, dan sidang pada 22 September 2025 menjadi penentu kelengkapan administrasi sebelum perkara dapat dilanjutkan ke tahap mediasi antar pihak. Hakim pun menegaskan bahwa sistem pencatatan di pengadilan masih menunggu pendaftaran resmi dari kuasa hukum tergugat sebelum bisa memproses perkara lebih lanjut. Dengan perkembangan ini, sidang selanjutnya akan menjadi krusial dalam menentukan apakah perkara ini dapat berlanjut ke upaya penyelesaian damai melalui mediasi atau dilanjutkan ke pokok perkara.
Perkara ini menjadi perhatian publik karena melibatkan sosok Wakil Presiden yang tengah menjabat, serta menyinggung keabsahan proses pencalonannya yang sebelumnya telah menjadi perdebatan luas. Dengan nilai gugatan fantastis yang mencapai Rp 125 triliun, kasus ini pun mendapat sorotan besar dari media dan masyarakat.