JAKARTA, DerapAdvokasi.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit fiktif senilai Rp 250 miliar di PT BPR Bank Jepara Artha. Pada Senin, 8 September 2025, KPK memanggil dan memeriksa tiga orang saksi yang diduga memiliki informasi penting terkait kasus ini. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebagai bagian dari upaya mendalami skema korupsi yang melibatkan oknum internal bank, lembaga penjamin, serta pejabat notaris. Ketiga saksi tersebut adalah Adi Nugroho selaku Direktur Penjaminan dan Bisnis Jamkrida Jateng, serta dua staf dari kantor Notaris/PPAT Eni Pudjiastuti bernama Nila Husnia dan Sa’adatun Nafis. Ketiganya diperiksa secara terpisah oleh tim penyidik KPK guna mengungkap bagaimana proses pencairan kredit dilakukan hingga menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.
Selain pemeriksaan saksi, KPK juga aktif melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset milik para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kredit fiktif BPR Jepara ini. Pada 14 Juli 2025 lalu, KPK berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 411 juta serta dua bidang tanah yang terletak di wilayah Jepara, dengan estimasi nilai mencapai Rp 700 juta. Langkah penyitaan ini disebut sebagai bagian dari strategi pemulihan kerugian negara yang ditimbulkan dari dugaan tindak pidana korupsi tersebut. Proses penelusuran aset masih terus dilakukan, mengingat besarnya nominal kerugian yang mencapai seperempat triliun rupiah.
Sebagai bagian dari pengamanan penyidikan, KPK juga telah menetapkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap lima individu sejak 26 September 2024. Mereka adalah JH, IN, AN, AS, dan MIA, yang diduga memiliki keterlibatan langsung dalam kasus korupsi di PT BPR Bank Jepara Artha. Meski identitas lengkap para pihak tersebut belum diungkapkan secara publik, KPK memastikan bahwa semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai hukum yang berlaku. Kelima orang ini diyakini memegang peran sentral dalam proses pencairan kredit fiktif, baik dalam penyusunan dokumen palsu maupun pencairan dana secara ilegal.
Tak hanya langkah hukum dari KPK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun turut bertindak tegas dengan mencabut izin usaha PT BPR Bank Jepara Artha. Pencabutan tersebut resmi berlaku berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024 tertanggal 21 Mei 2024. Tindakan ini menjadi bukti bahwa pelanggaran serius di sektor keuangan tidak akan ditoleransi, apalagi jika menyangkut dana masyarakat dan stabilitas sistem keuangan lokal. OJK menyatakan bahwa pencabutan izin dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen serta menjaga integritas industri perbankan, khususnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Kasus kredit fiktif senilai Rp 250 miliar ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sistem perbankan daerah dan oknum lembaga yang seharusnya menjadi pengawas keuangan. Fakta bahwa proses pencairan dana bisa dilakukan tanpa agunan riil dan hanya berdasarkan dokumen yang dimanipulasi menunjukkan adanya kelemahan besar dalam sistem pengawasan internal. KPK masih membuka peluang munculnya tersangka baru seiring dengan bertambahnya bukti dan keterangan dari para saksi yang diperiksa. Lembaga antirasuah ini juga terus mengajak masyarakat untuk melaporkan segala bentuk penyimpangan yang berkaitan dengan kasus ini melalui kanal pelaporan resmi KPK.