Hukum & KriminalKesehatanNasionalPendidikan

497 Siswa SMP Keracunan di Kulon Progo, Ini Hasil Uji Lab pada Menu Makan Bergizi Gratis

16
×

497 Siswa SMP Keracunan di Kulon Progo, Ini Hasil Uji Lab pada Menu Makan Bergizi Gratis

Sebarkan artikel ini

Kulon Progo, DerapAdvokasi.com – Misteri penyebab keracunan massal yang menimpa 497 siswa dari dua SMP di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), akhirnya terungkap. Setelah dua pekan dilakukan pengujian laboratorium, Dinas Kesehatan DIY memastikan bahwa menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disajikan kepada siswa positif terkontaminasi berbagai jenis bakteri berbahaya.

Uji laboratorium dilakukan oleh Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi (BLK) Dinas Kesehatan DIY pasca insiden keracunan pada Kamis (31/7/2025) lalu di SMP Negeri 3 Wates dan SMP Muhammadiyah 2 Wates. Hasil pengujian menyebutkan adanya kontaminasi bakteri pada sejumlah sampel makanan seperti nasi putih, ayam, sayur tumis, tahu goreng, semangka, hingga muntahan dan tinja siswa yang terdampak.

“Dari hasil uji laboratorium ditemukan bakteri Bacillus cereus, E.coli, dan Staphylococcus aureus. Ketiga bakteri ini jelas tidak boleh ada di dalam makanan karena dapat menimbulkan penyakit,” ungkap Arif Mustofa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kulon Progo dalam konferensi pers di Kantor Dinkes setempat, Rabu (20/8/2025).


Bakteri Terdeteksi pada Hampir Semua Menu

Menurut Arif, bakteri berbahaya tersebut ditemukan di hampir semua jenis menu MBG yang dikonsumsi siswa. Mulai dari nasi, lauk pauk, hingga buah segar yang seharusnya aman justru positif mengandung bakteri.

Hal ini, kata Arif, menunjukkan adanya kontaminasi multifaktor yang dapat terjadi sejak pemilihan bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan, distribusi, hingga saat makanan disajikan dan dikonsumsi siswa.

“Kami tidak bisa menyimpulkan bahwa penyebab utama berasal dari salah satu makanan saja. Karena semua sampel yang diuji ternyata positif bakteri dengan jenis berbeda. Artinya bisa terjadi kontaminasi silang,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa kontaminasi juga bisa berasal dari faktor eksternal, misalnya peralatan memasak, air yang digunakan, maupun kebersihan tangan siswa saat makan.


Proses Penyimpanan Diduga Jadi Celah Kontaminasi

Kepala Dinas Kesehatan Kulon Progo, Sri Budi Utami, menegaskan bahwa penyimpanan makanan dalam jumlah besar sangat berisiko jika tidak sesuai standar. Terlebih menu MBG diperuntukkan bagi ribuan siswa, sehingga kebutuhan bahan seperti daging dan sayuran sangat tinggi.

“Kalau freezer tidak memadai, daging bisa menjadi media tumbuhnya bakteri. Dari pengalaman, kasus keracunan massal sering kali dipicu oleh lemahnya manajemen penyimpanan makanan,” ujarnya.

Selain penyimpanan, faktor lain yang berpotensi memicu kontaminasi adalah proses pencucian bahan, pengolahan di dapur, distribusi makanan ke sekolah, hingga kebersihan siswa saat hendak menyantap makanan.


Gejala Sesuai dengan Hasil Uji Lab

Hasil uji laboratorium tersebut sesuai dengan gejala yang dialami para siswa. Sehari setelah menyantap menu MBG, ratusan siswa mengeluhkan mual, muntah, sakit perut, hingga diare. Beberapa bahkan harus mendapatkan perawatan medis.

Seorang siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Wates, Diaz (14), menceritakan bahwa dirinya mulai merasa sakit setelah pulang sekolah.

“Setelah makan MBG siang itu, awalnya biasa saja. Tapi malamnya perut mulai sakit, muntah, sampai diare terus sampai pagi,” ungkap Diaz.

Gejala serupa juga dialami ratusan siswa lain, baik di SMP Muhammadiyah 2 Wates maupun SMP Negeri 3 Wates, sehingga total korban mencapai 497 anak.


Langkah Evaluasi dan Pencegahan

Dinas Kesehatan Kulon Progo menyatakan telah memberikan laporan resmi hasil uji laboratorium kepada pihak Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) yang bertugas menyalurkan MBG. Pihak Dinkes juga meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) penyiapan makanan.

“Kami sudah merekomendasikan agar SOP diperketat mulai dari pemilihan bahan, penyimpanan, pencucian, pengolahan, hingga distribusi makanan ke sekolah. Guru juga diminta ikut mengawasi, memastikan makanan tidak berbau atau basi sebelum disajikan,” kata Budi.

SPPG yang bertanggung jawab dalam penyediaan makanan, yakni Dapur Sehati Wates, sebelumnya mengklaim bahwa menu telah diolah sesuai standar. Menu MBG pada hari kejadian terdiri dari ayam, sayur, tahu, semangka, dan mie.

“Kami sudah mengolah sesuai SOP yang berlaku. Bahan pun segar. Tapi kami tetap menunggu hasil resmi Dinas Kesehatan,” kata perwakilan SPPG, Riski Fadilah.


Pelajaran Penting dari Kasus MBG Kulon Progo

Kasus keracunan massal ini menjadi perhatian serius karena melibatkan program pemerintah yang seharusnya menyehatkan siswa. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bertujuan mendukung gizi anak sekolah, namun lemahnya pengawasan justru berbalik memicu masalah kesehatan.

Dinkes Kulon Progo menegaskan perlunya pengawasan ketat dan audit rutin terhadap penyedia makanan, terutama jika jumlah yang diproduksi mencapai ribuan porsi.

Selain itu, edukasi kebersihan bagi siswa seperti mencuci tangan sebelum makan juga sangat penting untuk mencegah kontaminasi silang.


Kesimpulan

Hasil uji laboratorium Dinkes DIY memastikan bahwa keracunan massal yang menimpa 497 siswa SMP di Kulon Progo dipicu oleh kontaminasi bakteri Bacillus cereus, E.coli, dan Staphylococcus aureus pada menu MBG. Kontaminasi ini bersifat multifaktor, mulai dari bahan baku, proses pengolahan, penyimpanan, hingga penyajian.

Meski penyebab utama sulit ditentukan, kasus ini memberikan pelajaran berharga bahwa program penyediaan makanan massal membutuhkan standar keamanan pangan yang jauh lebih ketat. Pemerintah dan pihak sekolah pun diharapkan lebih waspada agar insiden serupa tidak terulang kembali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *